Perkenalan

Published 21 Februari 2011 by novelsusan

haiiiii………
salam anak samarinda, ini novel pertama yang aku tulis, sekitar 2 bulan yang lalu. namun ceritanya belum selesai, masih bersambung gitu..kalo kalian suka aku pastinya senang banget,
nah..bagi pecinta novel, mampir dulu ke Blog q ya..

ABORSI

Published 19 Oktober 2012 by novelsusan

ABORSI

 Sinopsis:

Hamil? siapa pun akan berfikir itu hal yang sangat menyenangkan dan anugerah dari yang maha kuasa karena akan diberi seorang anak, namun hamil hasil dari hubungan gelap bagaimana? Apakah si ibu akan siap mempertanggungjawabkan hasil perbuatannya? Dan bagaimana kalau Hamil bukan dari suatu hubungan? Itu pasti sangat mustahil. Namun itulah yang dialami gadis cantik bernama Nina Thomson dari keluarga blasteran Jerman, ia gadis yang baik dan tidak pernah pacaran. Namun disuatu waktu ia hamil tiba-tiba dan ia sendiri tidak tahu siapa yang menghamilinya, semua berlangsung begitu cepat dan tanpa sadar ia sudah telat 2 bulan.

                  Alfin sahabat Nina sendiri kaget dengan berita hamilnya Nina yang aneh,  ia tidak pernah melihat Nina bergaul dengan laki-laki manapun, hanya satu kali ia pernah membawa Nina keclab malam dan itupun hanya sebentar karena Nina mengantuk dan tidur disofa. Pada waktu itu Alfin sedang menemani Nina yang lagi stress berat karena masalah kedua orang tuanya dan ingin bersenang-senang seperti Alfin cewek nakal namun tidak pernah ingin mencebloskan Nina.

                 Mereka hanya pergi berdua sedangkan sahabat mereka yang satunya lagi bernama Lana, gadis super pendiam tidak ingin ikut  Nina dan Alfin yang ingin bersenang-senang.

                 Lantas siapa yang tega menghamili Nina? Dan apakah  Nina siap mempunyai anak padahal ia sendiri  tidak ingin dan malah memilih aborsi. Siapa yang akan menyelamatkan jiwa si janin kecil tidak berdosa. Ikuti petualangan seru Nina dan kawan-kawan dalam  mencari ayah untuk si kecil.

Proloq

              Aborsi? Menurut kalian itu sepenggal kata apa? Apa sejenis pembunuhan sadis yang dilakukan oleh kaum wanita yang tidak bertanggung jawab terhadap si kecil Baby yang tidak berdosa. Atau si tukang bunuh yang tidak mengenal usia? Bagi ku itu kata pembunuh yang sangat hina, kalimat yang disukai oleh wanita nakal dan tidak bertanggung jawab.

             Well.., apapun jenis kata yang memicu keaborsi itu sama saja pembunuhan yang direncanakan. Namun, kata aborsi telah menghampiriku saat ini, entah kata itu datangnya dari mana. Lantas apa bedanya aku dengan wanita nakal? Kini usia kandunganku yang sudah berumur 7 bulan semakin membesar. Dan sering si kecil bermain tendangan didinding rahimku, senang. Namun disisi lain aku sangat marah, marah karena kebodohanku, marah karena pergaulanku, dan aku sangat marah karena bisikan-bisikan kecil sering menghampiriku.

            Semakinku elus sikecil semakin suka. Sedih rasanya kalau harus berjalan keluar rumah, ingin rasanya berlari seperti dulu ketika perutku masih langsing tanpa berisi cabang bayi. Namun Tuhan berkehendak lain, aku harus membesarkan bayi ini tanpa Ayah. Bagaimana? Entah lah, sekarang aku hanya bisa termenung didalam kamar. Memandang serpihan foto-foto yang tergerai dilantai dan melirik foto kecil aku bersama dua sahabatku.

 

BAB 1

      Setahun yang lalu.

           Namaku Nina, aku anak kedua dari tiga bersaudara. Nama Ayahku adalah Edward Thamson. Yah, boleh dibilang aku blasteran, ibuku berasal dari keluarga Jawa Keraton. Namun diusir dari kakek dan nenek karena kenakalan ibuku yang dulu sewaktu muda hamil diluar nikah, namun laki-laki yang menghamili ibuku kabur dengan wanita lain, dan Ayah Edwardlah yang mau menerima ibuku ketika mereka bertemu disebuah mini market. Waktu itu usia kandungan ibuku sudah lima bulan. Dan sijanin kecil itulah aku. Mungkin karena ibu orangnya suka bergaul dan mudah akrab dengan orang lain, makanya Ayah Edward langsung menyukainya. Ayah berasal dari keluarga terhormat dan dulu tinggal di Jerman, namun karena menikahi ibuku yang hamil dan bukan anak beliau maka ayah pun diusir dari keluarga. So, jadi aku bukan mirip ayah namun mirip ayahku yang kabur dengan gadis lain. Akan tetapi beliau juga orang bule, entah bule dari mana ibuku dapat.

             Kini aku nggak punya kakek dan nenek, entah dari keluarga ibu ataupun ayah. Namun ayah dan ibuku sangatlah menyayangiku hingga akhirnya aku tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik. Kini aku kuliah disebuah perguruan ternama di Jakarta. Semua yang aku inginkan berkecukupan, karena ayah bekerja disebuah perusahaan kecantikan ternama di Jerman. Dan ibu yang bekerja disebuah stasiun televisi di Jakarta. Sangat jarang aku bertemu dengan ayah karena beliau hanya pulang 2 minggu sekali dan itupun hanya sekedar ingin menemuiku karena kangen ujarnya dalam bahasa Indonesia yang masih belum fasih.

           Tapi, aku lebih suka kalau ayahku berbahasa Inggris ketimbang Indonesia yang masih amburadul. Hehehehe…, ayah Edward sangat baik dan penyayang kepada aku dan kedua adikku yang masih duduk dibangku SMP dan SD. Uh, apa sudah cukup perkenalan keluargaku? Kini kita lanjut keperkenalan dua sahabatku yang sekarang masih suka ngumpul dan jalan-jalan. Sikeriting sexy namanya Alfin, dia anak yang cantik dan sexy. Suka direbutin sama cowok-cowok dikuliah dan sangat menonjol dibanding Lana yang imut namun sangat misterius. Dia gadis misterius dan hanya mau berteman denganku dibanding dengan yang lain, entahlah menurutku itu aneh. Dia memang jarang bicara dan lebih suka diam dan membaca. Berbeda dengan Alfin yang suka berteman dengan siapa saja, teman FB Alfin sudah ribuan orang dan itu semua hampir laki-laki. Lana tidak terlalu suka dengan Alfin karena sikapnya yang suka berteman dengan siapa saja dan sembarangan dalam memilih teman.

            Bagiku kalau mereka baik terhadapku, maka akupun akan baik kepadanya. Apalagi Alfin pernah menolongku ketika OSPACT awal aku masuk kuliah, walaupun dia cewek banyak omong dan centil, namun Alfin jago berantem. Kakak angkatan yang suka menjahiliku dan katanya aku manis, maka Alfin tidak segan-segan untuk menghajar mereka karena aku tersesat dihutan pada malam buta. Dan untungnya Alfin langsung menyusulku dari sana lah aku langsung berteman dengannya dan entahlah tiba-tiba ia jadi lengket terhadapku.

           Berbeda dengan Lana, ia anak yang jarang sekali bicara. Paling hanya dua kata yang keluar dari mulut mungilnya, dan itupun kalau yang penting saja ia ucapkan. Seperti bagaimana? Seperti apa? Terus? Pokoknya sangat membosankan kalau kalian berteman dengannya, namun dari sisi lain kalian pasti akan sangat menyukainya, ia sangat peduli terhadapku dan selalu memberikan solusi walaupun tanpa banyak bicara hanya sekedarnya saja. Namun aku bisa mengerti dan sangat suka kepadanya, bagiku Alfin dan Lana pelengkap kehidupanku saat ini.

            “Nina, jangan lupa bawa jus jeruknya. Nanti kamu tidak bisa tidur dan menelpon mama terus,” ucap Mama sambil membetulkan sanggul cantiknya didepan cermin. Ibuku aku panggil mama karena katanya panggilan ibu terlalu terhormat, jadinya beliau lebih suka dipanggil mama ketimbang ibu, namun aku lebih suka memanggilnya Ibu.

         “Iya, aku juga tahu,” sambungku dengan jutek. Aku sedang merapikan perbekalanku karena sore ini ada kegiatan camping, hari ini aku sedang kesal sama ibu. Kenapa? Karena beliau akan pergi lagi keluar negri mengurus sesuatu katanya. Dan dua adik kecilku terpaksa ditinggal dan diurus oleh bibi. Sekarang mama sering sibuk dengan pekerjaannya dan sering tidak pulang. Kalau aku tanya pasti masalah pekerjaan, padahal ayah sudah banting tulang diluar negri sana mencari nafkah, dan kenapa mama juga harus banting tulang. Yah, itulah keluhanku saat ini, aku Cuma kasihan sama Dea sibungsu yang selalu mencari mama, kasian dia kesepian dan lebih sering bersamaku. Dan kini ia harus aku tinggal tiga hari karena ada kegiatan camping.

        “Nina, mama pergi dulu. Jangan lupa setelah camping kamu jemput ayah dibandara, karena ayah mau pulang. Ok,” ucap Ibu sambil mencium keningku dan aku hanya bermuka jutek dan masam.

       “Kenapa tidak ibu saja yang jemput, memangnya ibu tidak pulang lagi?” tanyaku disela memasukkan baju kedalam tas ransel, dan ibu berhenti melangkah keluar kamar kemudian membalikkan tubuhnya sambil tersenyum.

       “Nina, mama sedang kerja dan ada keperluan, jadi tolong kamu mengerti mama,” sahut mama masih dalam bicara yang lembut, dia memang lembut dan jarang sekali bicara kasar.

      “Mungkin Nina belum bisa pulang, ada tugas lain yang harus Nina selesaikan,” tuturku tanpa memandang ibu yang masih berdiri didepanku, suara hembusan napas kecil dari mulut ibu terdengar olehku, aku tahu ibu pasti akan membatalkan proyek pekerjaannya yaitu wawancara keluar negri sana.

      “Mama harus berangkat Nina, ini pekerjaan penting,”

      “Selalu saja pekerjaan! Dari dulu selalu saja pekerjaan, apa ibu tidak pernah peduli sama Dea?” ucapku memutus kalimat ibu. Lama mama terdiam sambil mengusapkan dadanya

     “Mama harus pergi, jaga diri kamu baik-baik. Dea dan Nisa akan diurus oleh bibi,” sambung mama dan kemudian pergi meninggalkan kamarku dan meninggalkan aku yang masih terduduk memandang kepergiannya.

     “Selalu saja pekerjaan,” omelku yang segera menuntaskan perbekalanku.

    Jam 10:00 pas, aku sudah nangkring didepan rumah menunggu jemputan Alfin, sekitar lima belas menit menunggu akhirnya mobil mewah itu datang juga, ia tersenyum kearahku dan sedikit menjulurkan lidahnya dan terlihat buntelan tindik dilidahnya berwarna silver.

         “Lama banget,” ucapku jutek, kemudian masuk kedalam mobilnya.

        “Idih galak banget, kenapa jeng geis?”

       “Nggak apa-apa, ayo jemput Lana,” sambungku masih dalam keadaan muka masam karena dongkol terhadap ibu. Dari balik mobil kulihat Dea sedang bermain dengan bonekanya ditaman samping rumah, ia bersama bibi.

       “jeng geis kenapa sih?” tanya Alfin mencoba mengorek informasi tentangku.

      “Kesal, aku lagi kesal sama ibu,” jawabku sambil mengambil IPOD kecil dari balik saku jaket

      “Ooh, sama mamamu lagi ya? Yah, orang dewasa memang selalu mementingkan diri sendiri ketimbang anaknya,” sahut Alfin sedikit meledek. Ia suka meledek pekerjaan ibuku yang jarang dirumah karena selalu wawancara mencari informasi seputar berita dan artis, Alfin tidak pernah memikirkan orang tuannya karena mereka bercerai dan Alfin menganggap ia tidak pernah memiliki orang tua seperti itu. Bagi Alfin dunia bebas lebih berarti untuknya dari pada harus memiliki orang tua yang hanya sibuk dengan dunianya.

      Namun yang aku suka dari Alfin ialah, ia tidak pernah melibatkan aku kedunia bebasnya, ia malah menjagaku agar tidak seperti dirinya. Ya, dia peminum berat dan suka melakukan sex bebas. Entahlah kenapa aku malah berteman dengan wanita seperti itu, kan sudah aku bilang dibalik sisi gelapnya Alfin punya sisi baik yang aku suka. Dan itu bertentangan dengan Lana gadis tanpa banyak omong. Setengah jam kemudian aku dan Alfin sampai didepan rumah Lana, ia sudah menunggu didepan rumah dengan kaos serba hitam dan perlengkapan serba warna hitam, Lana terkenal wanita mistik walaupun dia imut namun kalo diperhatikan wajahnya itu sedikit menyeramkan, karena ia jarang tersenyum makanya wajahnya seperti dibalut awan hitam. Orang-orang dikampus sering menyebutnya gadis mistik.

        “Lana, cepat masuk,” ucap Alfin kemudian, tanpa banyak bicara Lana masuk kedalam mobil dan menatapku sebentar. Sudah satu tahun berteman dengannya namun tetap saja janggal sama Lana, seakan setiap hari Lana selalu berubah kepribadian.

        “Lan, kamu serba hitam?” tanya ku sedikit melirik lana, namun jawaban yang ingin ku dengar tidak keluar dari mulutnya, ia malah melihat keluar jendela mobil sambil melambaikan tangan kepada burung hantu yang bertengger didepan pintu pagar rumahnya.

       “Benar-benar mengerikan gadis ini,” sambung Alfin ngoceh. Aku hanya tersenyum sedikit sambil memandang kearah Lana yang masih diam tanpa bicara sedikitpun. Dilihat dari mana pun dia tetap imut, sebenarnya banyak laki-laki yang mengincar Lana karena ia gadis pendiam yang imut dan sangat misterius, bola matanya berwarna abu-abu rokok, entah dia berasal dari kalangan blasteran keluarga mana, aku tidak pernah mempertanyakannya. Yang jelas aku sangat suka dengan bola matanya itu. Didalam mobil menuju perjalanan aku selalu menyempatkan meminum jus jeruk yang aku bawa dari rumah, ada lima botol besar jus jeruk, aku sangat suka dan selalu aku minum setiap hari. Aku tidak bisa hidup tanya jus jeruk, sehari saja tidka minum mungkin aku bisa mati.

            Dan ketika aku kehabisan jus jeruk dicampus Alfin selalu membelikan untukku, dia sangat tahu kesukaanku dan kapan jus jeruk punyaku habis. Tidak lama kemudian sampailah kami dikampus , aku dan Alfin sibuk mengeluarkan barang-barang bawaan, sedangkan Lana hanya duduk dibangku dekat dengan mobil kami. Matanya tajam memandang sesuatu, ia memandang seseorang dari jauh. Dan aku sangat tahu siapa yang ia pandangi saat ini. Yaitu seorang cowok ganteng bernama Tommy, ia satu jurusan dengan kami, aku tidak pernah menanyakan perasaan Lana terhadap Tommy apakah ia suka atau bukan? Karena tatapannya hanya datar namun tajam.

       “Kalau kau suka, kau tinggal bilang Lana,” ucap Alfin membuka pembicaraan. Lana melirik kearah Alfin yang masih sibuk mengeluarkan barang bawaanya, kemudian menatap kearah Tommy lagi. “Heh, seperti batu dipadang laut,” gumam Alfin sambil melirik kearahku, aku hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala.

     “Ayo naik bis,” ajakku kemudian, kami bertiga menuju bis yang sudah disediakan oleh panitia penyelenggara acara camping. Ketika mendekati bis, lagi-lagi Lana diganggu oleh cowok-cowok iseng.

     “Gadis mistik, duduknya sama aku aja ya?” ucap teman sekelas aku yang emang suka sekali mengganggu Lana.

     “Kalo kamu kesepian duduk, aku bisa menemanimu,” sambung Alfin menggoda cowok tersebut.

    “Aku mau yang baru Fin,” sahutnya sambil tetap memandang nakal kearaha Lana yang hanya diam dan masuk kedalam bis.

   “Kalo Nina juga boleh kok,” ucapnya lagi.

   “Kalo Nina, ini buat kamu!” sambung Alfin sambil mengacungkan kepalan tinjunya kearah cowok tersebut.

   “Bener-bener nggak bisa diganggu,” sambung yang lain sambil tertawa.

   “Memangnya aku nggak menarik lagi?” sambung Alfin centil.

   “Alfin tetap yang paling menarik,” jawabnya sambil mencuri pandang kearah Nina yang berada dibelakang Lana, Nina hanya menggeleng kepala mendengar ucapan Dino teman sekelas yang suka gombal, ia lebih terkenal dibilang penggombal tangguh. Karena biar ditolak berapa kalipun Dino pantang mundur.

       Bis besar yang kami tumpangi melaju melesat dijalan Tol, udara pagi mendekati siang mulai terasa pengap, kami akam camping kepuncak. Disana sangat bagus untuk belajar mengenal Alam, Karena sesuai dengan jurusan kami yang mencintai Alam.